Mungkin memang benar jika orang tua dulu bilang, Ke tanah suci itu terkadang tentang sebuah panggilan.
Punya Uang, Punya Waktu, Punya Partner jalan, tidak akan mempengaruhi apa-apa jika kamu tidak punya panggilan. Memang untuk mendapatkan panggilan ini, kamu harus mengetuk pintu hati masing-masing dengan sungguh-sungguh. Dan membiarkan niat baik itu memasukimu.
Itu yang terjadi ketika bertahun-tahun ibu selalu mengajak pergi, berpuluh-puluh alasan untuk menolak saya berikan sesimpel untuk menutupi kenyataan bahwa saya memang merasa belum siap. Merasa masih ingin main. Merasa uang sebanyak itu bisa digunakan untuk banyak hal. Dan merasa takut tidak bisa melakukan banyak hal karena cap “Sudah mampir kerumah Tuhan” setelahnya.
Tapi malam itu ketika di dalam mobil perjalanan pulang, sedang berpikir sambal menerawang jauh, saya tiba-tiba menelepon ibu dan bilang “Dimas mau umrah, Bulan Depan”
Setelah itu prosesnya yang sebelumnya saya pikir rumit ternyata simple (FYI saya mengurus semua sendiri). Bisa di bilang, proses yang saya ingat betul hanya seperti ini:
- Menyiapkan passport, Foto background putih dengan jumlah tertentu.
- Ke Agen Umrah (dulu saya pakai namanya NRA, Murah sekali! Bisa cek disini http://www.nra-tour.com/ )
- Setor semua dokumen dan uang. Serta persiapkan uang tunai untuk ditukarkan ke mata uang setempat (Saya sih menukarkan sekitar 6 juta dulu. Kekurangan bisa ditukar disana)
- Suntik Meningitis (ini yang paling menyita waktu, karena harus mengantri dari pagi buta)
- Siap-siap kalau ada panggilan untuk Manasik.
- Siap-siap surat cuti kantor. Dan selesai!
Tanpa terasa tanggal keberangkatan tiba. Saya yang memang bukan orang dengan ilmu agama cukup tinggi tentu merasa gugup di kali pertama saya umrah ini, apakah banyak hal yang harusnya saya pelajari terlebih dahulu? Apakah ilmu terbatas ini sudah cukup? Ya sudah cuek saja.
Saya berangkat dengan Pesawat Garuda yang cukup nyaman, perjalanan tidak terasa karena sepanjang keberangkatan saya banyak tidur dan menonton (ya di iringi ibadah walaupun tidak terlalu full he he he). Saya tiba di bandara King abdul aziz dengan dua kali drama karena sempat dikira Jamaah Cina dan Jepang. Proses imigrasi tidak ada masalah, dan malam itu kita langsung menuju Madinah.
Saya sangat mencintai Madinah bahkan sejak awal saya tiba. Saya tiba pukul 3 pagi dan pemimpin rombongan sudah langsung meminta untuk bersiap-siap shalat subuh di Nabawi. Tanpa istirahat, saya ayah dan ibu saya berberes dan beranjak menuju masjid. Saya jatuh cinta dengan sinar terang masjid nabawi dibawah langit arab Saudi yang tenang. Suasana yang tidak terlalu ramai, dan dimana orang-orang sibuk dengan doa terhadap tuhannya, bangunan megah luar biasa dan udara sejuk yang tidak terlalu menyiksa. Mungkin benar kata orang, beruntunglah orang yang lahir disini. Bisa setiap hari beribadah dengan suasana seperti ini.
Di Madinah yang menarik adalah lingkungan sekitarnya. Banyak sekali pedagang yang sangat paham bahwa Indonesia adalah target yang tepat untuk disasar. Kemungkinan karena daya impulsif orang Indonesia untuk berbelanja oleh-oleh sangat tinggi (ya termasuk ibu saya hahahaha). Rasa dekat antar sesama dan sosok yang jarang individualistis menyebabkan membawa oleh-oleh adalah salah satu target utama tiap jamaah Indonesia. Dan saya juga cinta malam di Madinah, membuat saya merasa harus melaksanakan salah satu hobi saya yaitu street photography di malam hari :D
Di Madinah, salah satu hal yang tidak saya lupakan adalah kesempatan untuk beribadah di Raudhah. Raudhah adalah tempat yang di percaya menjadi Taman surga. Ditandai oleh Karpet Hijau di area depan masjid Nabawi. Banyak yang bilang masuk kesini cukup sulit dan berdesak, ini tidak mengurungkan niat saya dan ayah untuk mencoba. Ramai memang, tapi ternyata saya dan ayah mendapatkan kemudahan yang teramat sangat. Sehingga bisa sholat di Raudhah bagian dalam persis disebelah Makam Rasulullah SAW. Dan tidak terburu-buru sehingga saya bisa beribadah cukup lega dan memanjatkan doa-doa dengan tenang. Lalu pergi tanpa diusir oleh penjaga. Setelah itu tentunya saya tidak meninggalkan kesempatan untuk mampir dan berdoa didepan Makam Rasulullah serta sahabat.
Tiga hari yang menyenangkan harus kita lanjutkan dengan perjalanan menuju Mekkah. Pusat dari segala ibadah umat Islam di dunia. Perjalanan dilakukan siang sehingga saya bisa puas melihat jalanan. Kami mengambil Miqot terlebih dahulu agar tibanya kami bisa langsung menjalankan ibadah Umrah. Setelah memakai Ihram, perjalanan dilanjutkan. Masuk ke Mekkah membuat saya melongo lama. Tidak serapih Madinah memang, tapi tidak ada yang bisa mengalahkan Aura Mekkah. Ini memang Tanah suci yang membuat gemetar setiap umat islam yang berkesempatan singgah. Setelah berberes di Hotel Movenpick yang ternyata sangat nyaman. Kita langsung pergi ke Masjidil Haram dan melaksanakan Umrah. Pengalaman yang luar biasa, ada cerita menarik tentang saya mencium Hajar Aswad, tapi mungkin akan saya ceritakan di postingan berbeda.
Selain melakukan ibadah di Masjidil haram, tentunya kita memanfaatkan waktu untuk mengenal lebih dalam Tanah Suci. Kita menghampiri beberapa tempat seperti Kebun Kurma, Jabal Rahmah, dan beberapa tempat lainnya. uniknya, disini saya benar-benar seperti fotografer eksklusif untuk ayah dan ibu yang mesranya luar biasa. dari pengamatan saya, setelah difoto minimal 10 kali, mereka baru ingat untuk mengajak saya berfoto bareng (HAHAHA…).
Beberapa hal yang mungkin saya jadikan tips adalah sbaiknya memang betul membawa beberapa perlengkapan yang membantu untuk bersiap-siap. Saran saya adalah
- Uang lokal secukupnya. Untuk jajan dan membeli oleh-oleh
- Baju dalam ganti sejumlah lebih dari hari. (wajib)
- Sendal Gunung, ini membantu untuk beberapa aktivitas.
- Pop mie, sambal ABC ini membantu jika kita kesulitan makan.
- Kacamata Hitam.
- Powerbank (tetap harus mengabadikan banyak moment kan)
- Buku perihal Umrah dan doa-doa dikalungkan.
- Alat penghitung dzikir. Tapi bisa beli di tempat juga.
- Sorban yang bisa merangkap menjadi syal pelindung dingin
- Sarung tangan
Tepat hari ke Sembilan, kita bersiap pulang dengan menuju Jeddah terlebih dahulu. Perjalanan menyenangkan, benar kata orang kalau Umrah bulan desember memang lebih ramai, tapi Cuaca sangat bersahabat. Suasana sedang enak-enaknya. Kami pulang kembali menggunakan Garuda yang nyaman sekali. Ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Setibanya di ibukota, dengan pakaian dan terik matahari yang sama, 5 menit pertama saya langsung bekeringat. Saya baru sadar, hidup sehari-hari sudah harus dimulai.