Saya mau menulis cerita kecil. bentuk cerita yang jarang saya tampilkan di Blog saya.
Saya sejak Akhir sekolah dasar memiliki ketertarikan dengan musik. beberapa instrumen, beberapa genre dan tentunya beberapa musisi. kebanyakan alat musik yang saya pelajari adalah alat musik standar yang bisa di coba di banyak studio rental musik. kecenderungan belajar saya cukup tinggi sehingga saya menguasai cukup banyak alat musik walaupun beberapa hanya pada level standar. sebagian lagi saya dalami.
Tapi saya punya keinginan. saya ingin bisa bermain Biola.
Keinginan ini saat itu tidak terlalu mudah untuk bisa direalisasikan. selain alat musiknya ini cenderung harus dimiliki (Berbeda dengan instrumen lain yang gampang diperoleh di Studio rental) hal ini cukup menjadi hambatan mengingat saat itu saya tidak pada kondisi mudah meminta sejumlah uang untuk alat musik, Biola juga tipe alat musik yang akan lebih maksimal jika dipelajari dengan bantuan orang lain (seperti melalui guru atau kursus). dikarenakan beberapa keterbatasan, mimpi ini saya kubur sementara. hingga ternyata setelahnya saya semakin lupa dan tidak menempatkan ini menjadi Prioritas kembali.
Bertahun-tahun setelahnya. tepatnya ketika saya tidak lagi aktif di dunia musik. saya sudah total menjadi seorang profesional yang menaruh sebagian besar waktu saya untuk bisnis. Saya ingat betul momen itu ketika saya pulang ke Palembang mendekati Lebaran. Ibu saya bercerita.
“Kamu ingat dulu ingin bisa bermain biola? sepertinya ada yang punya keinginan yang sama” ujar ibu saya.
Adik saya yang paling bungsu. Almira Ramadhea Maharani atau yang kami panggil Ping-ping. ibu saya bercerita, suatu hari dia pulang dari sekolah memegang kertas tulisan tangan. mengenai list harga Biola mulai dari yang Paling murah hingga yang menengah, dengan tujuan ingin meminta dibelikan tapi dia memudahkan kami memilih. dan kertas kedua, masih dengan tulisan tangannya yang belum rapih.. dia mencatat harga kursus biola yang dia tanya sendiri kepada guru musiknya. perkataannya cukup simple.
“Ping-ping mau belajar Biola. Mau Bisa main biola. Boleh?”
Tidak berfikir dua kali. semua yang dia butuhkan untuk keinginannya itu saya lengkapi. bagi saya, mimpi bisa diwakili. jika saya tidak bisa bermain biola, dia yang akan mewakili saya suatu hari menyusun nada lewat biolanya, untuk saya dengarkan. sekarang, perlahan-lahan dia membuktikan untuk membawa dengan baik mimpi yang dititipkan.