Tentang Fondasi Hidup, dan yang berjasa membentuknya.

Hari ini saya menikmati satu gelas kopi Cappuccino di Coffeeberian. tempat favorit saya ketika saya memang butuh waktu untuk berbicara dengan diri sendiri. (lokasinya ada di Panglima polim tidak jauh dari Martabak Boss yang lagi Famous itu).

Ketika saya sedang duduk dan membaca buku, saya (dengan tanpa sengaja) mendengar pembicaraan meja sebelah. salah seorang lelaki di meja sebelah sedang berkeluh kesah tentang bertapa hidupnya tidak sempurna. penuh masalah dan dia merasa tuhan tidak adil kenapa pada waktu yang sama ada yang dia lihat hidup tanpa cela dan seolah tidak bermasalah. Dan puncaknya dia menyalahkan orang tuanya karena tidak berusaha lebih keras agar dia punya jalan lebih mudah di hidupnya.

Saya tersenyum. dan tertawa geli dalam hati.

Untuk saya pribadi, saya percaya kata-kata seorang ustad dalam salah satu seri sholat jumat yang saya datangi perihal kaya dan miskin, sukses dan gagal itu cara tuhan memberikan ujian. kebetulan caranya berbeda-beda. itu saja. ada yang diberi ujian dengan kemewahan dan bagaimana dia bisa merunduk kebawah dan ada yang diberikan Ujian dengan kekurangan dan bagaimana dia bisa merangsek naik. Klise? memang. tapi itu kenyataan.

Dan masih menurut saya juga, saya justru bahagia lahir dengan suasana keterbatasan. Dan saya bahagia lahir dari Orang tua saya yang paham betul cara menanam pola pikir mengakar yang menumbuhkan Pondasi bersikap, melawan dan membentuk hidup.

Sumber Gambar : ihei.wordpress.com
Sumber Gambar : ihei.wordpress.com

Orang tua saya bukan jutawan, Sehingga saya tahu pasti arti uang satu juta. Mungkin sedikit berbeda dengan orang-orang yang sedari kecil dengan begitu mudah meminta satu juta dari orang tuanya. pada ahirnya saya belajar dari tiap rupiah yang mereka hasilkan untuk anak-anaknya.

Orang tua saya bukan yang terlalu mudah menghadiahkan sesuatu, Sehingga saya tahu pasti artinya berusaha keras untuk mendapatkan hal yang saya inginkan. Makin keras yang saya usahakan, makin bernilai hal yang saya peroleh.

Orang tua saya tidak mudah bahagia dengan pencapaian saya, Sehingga saya tahu bahwa berusaha lagi, lagi dan lagi adalah keharusan dalam hidup. Legowo menerima tidak selalu harus diterapkan di aspek aspek hidup. dulu ketika sekolah, “Naik Kelas” bukanlah target, itu justru hanya keadaan “Selamat” dan sama sekali bukan prestasi.

Orang tua saya bukan orang tua yang mudah memaklumi kesalahan, Sehingga saya harus tahu setiap kesalahan berbuah konsekuensi. Hukuman mengajarkan saya untuk tahu ada hal-hal bodoh yang walaupun terkadang menyenangkan tapi lebih baik tidak diulangi. Saya sadar bahwa di dunia ini kita tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri.

Pada akhirnya saya sadar, Orang tua adalah cerminan Tuhan bersikap dengan kita. Mereka terkadang mengarahkan dan membantu mensketsa jalan di hidup kita tidak selalu dengan cara yang kita anggap menyenangkan. Tapi mereka memahami jalur mana yang lebih baik kita ambil. mereka mengawal itu hingga pada saat mereka menganggap kita sudah cukup cerdas menggambar jalan kita sendiri. Mereka yang mengajarkan bahwa Keterbatasan adalah keharusan, apapun bentuknya. keterbatasan mengajarkan kita arti sebuah Tanggung jawab ketika kita menyelam, berlari dan Terbang semakin jauh.

Kepada tuhan, saya berterima kasih telah diizinkan memulai dan mengenal hidup lewat mereka berdua.

Author: Mohamad Ario Adimas

Penulis saat ini aktif sebagai praktisi di dunia Komunikasi pemasaran industri telekomunikasi.