Masih ingat, saya saat itu masih bocah. sekitar kelas 4 SD. saya selalu diam-diam menyetel alarm bersuara kecil untuk jam setengah 3 pagi. saat itu pertandingan antara Inter Milan melawan salah satu tim besar di pagelaran piala champion. ya saya yang sekecil itu mengendap-endap menonton. bukan apa-apa, orang tua selalu melarang untuk saya begadang tengah malam karena besok sekolah. tapi saya cinta inter milan. saya harus menonton.
Saya begitu mencintai inter milan dari lama, dari kecil. bermula dari kecintaan terhadap seragam gagah hitam biru (yap.. karena warna..) hingga jatuh cinta terhadap sosok-sosok penting yang mengenakannya. saat itu inter milan digawangi oleh Pagliuca, kiper yang punya karakter sendiri dibawah mistar gawang ditambah dengan cerita dia penakluk ratusan wanita. dibagian belakang ada Bergomi sang jendral yang terkenal sebagai Bek yang Ganas. ada Javier Zanetti sang pangeran inter hingga saat ini. ada fabio galante yang keras serta Taribo West bek nyentrik yang selalu jadi maskot. di bagian tengah semua mata menuju pada youri djorkaeff yang punya tendangan geledek. ada aron winter yang jadi benteng serta ada paulo sousa dari portugal. bagian depan tentunya harapan bertumpu pada sosok Ronaldo yang punya kecepatan dan skill luar biasa. dipadukan oleh Ivan Zamorano, striker dari Chili yang terkenal dengan nomor punggung 1+8 nya dan disokong oleh bocah uruguay dengan sihir memukau yaitu alvaro recoba.
Merebut Piala UEFA dari Lazio di All italian Final selalu jadi kenangan, karena setelah itu pendukung inter milan masuk ke periode “bersabar panjang”. karena Inter Milan puasa gelar.
untuk semua pendukung inter milan, masa itu selalu dikenang, karena loyalitas kita diuji oleh inter milan yang sama sekali tidak konsisten. kadang istimewa, kadang memalukan. kadang menang besar terhadap tim hebat, kadang kalah oleh tim gurem, dikandang. pemain bintang silih berganti dihadirkan oleh Moratti. memang beliau lah penggemar inter sebenar-benarnya. ingin meneruskan kejayaan sang ayah (angelo moratti). dihadirkan pelatih-pelatih berkualitas seperti Luigi Simoni, mircea lucescu, Roy Hodgson hingga sosok marcello lippi. hadir pula hetor raul cuper yang terkenal sebagai spesialis runner up. inter tetap tidak konsisten.
pemain bintang hadir mulai dari Angelo Perruzi, Vieri, Roberto Baggio, bahkan sekelas Batistuta. belum juga hadir konsistensi itu.
sempat merasa bosan, saya yang dulu begitu mengikuti dunia sepakbola (hingga disebut kamus berjalan) merasa bosan. tidak luntur sama sekali kecintaanku terhadap inter milan, tapi bosan rasanya menatap dunia sepakbola karena tim pujaan tak kunjung membaik. dua kali sempat menitikan air mata (mungkin begitu pula penggemar inter lain). saat tahun 98 tragedi pertandingan akhir dengan juventus dan saat juara didepan mata, namun direbut juventus karena inter milan kalah oleh Lazio 4-2 gara2 Karel Poborsky menggila (sial, saya masih ingat itu). ketika ronaldo dan vieri menangis, semua penggemar inter menangis.
Sebuah cahaya terang hadir ketika Roberto Mancini hadir. ya beliau adalah tokoh yang sangat mengenal budaya sepakbola italia. ditangan beliau, inter milan disulap menjadi tim yang memiliki Visi. gelar mulai berdatangan. era pemain inter yang bercampur antara pemain muda dan senior. kemenangan inter diikuti pula skandal calciopoli yang menghajar musuh-musuhnya. dan kejayaan inter terulang kembali.
Kejayaan itu semakin lengkap ketika memasuki periode Mourinho ‘The special one”. Mourinho hadir dengan gairah dan strategi baru. mourinho menghadirkan sesuatu yang memuaskan dahaga semua pendukung inter milan. sesuatu yang lama ditunggu. Mourinho hadir dengan Treble Winner.
yang sedihnya, seolah tidak ingin mencacatkan sebuah kesempurnaan. mourinho memilih untuk pergi disaat terbaik. disaat dia memberikan apa yang paling semua penggemar inter milan cintai. dia memilih pergi ditengah kejayaan. agar semua memori terekam dengan indah. perpisahan mourinho membawa kesedihan mendalam disemua kebahagiaan. dia mengumumkan persis tidak lama setelah inter milan mengangkat piala champion. Mourinho tidak sama sekali dicerca, semua keluarga besar inter menghormatinya. sekaligus mencintainya.
kini inter milan sedang tidak terlalu menggembirakan, tapi inter milan selalu dihati. bagaimanapun yang terjadi, loyalitas semua penggemar inter milan tidak pernah mati. kami begitu mencintai nerazurri dengan hati yang mendalam. dukungan 15 tahun ini bukan sembarang dukungan. ini sebuah dukungan panjang